About

Pages

my picture

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 14 Januari 2015

Tempat Penuh Cinta


Tempat Penuh Cinta





Malam ini tak berbeda dengan malam-malam kemarin. Aku masih sama berada di tempat ini untuk menunggumu. Kamu yang sekarang pergi tak pernah pulang, lupa dengan kekasihmu yang setia menunggumu di bawah sinar bulan. Dingin menusuk sampai ke tulangku, tulangku hampir rapuh menununggumu di setiap malam. Bersama bintang dan bulan yang menemani malamku disini, aku tak akan pernah lelah menunggumu walau hati dan pikiran ini mengajakku pergi untuk melupakanmu, dan tubuh ini mengajakku bangkit dan pergi dari tempat penuh kenangan ini.
Tubuhku memang lelah terus menunggumu. Entah apa yang membuatku terus bertahan disini. Mungkin bulan atau bintang? Atau tulisanmu dalam surat itu yang meyakinkanku? Mungkin.
Tak ada yang bisa mengubah jalan pikiranku. Walaupun ibu, ayah, kakak dan sahabat-sahabatku sudah mengingatkan kalau aku harus pulang dan tak lagi menunggumu setiap malam. Mereka bilang kamu itu pembohong, pengecut, atau apalah kata-kata yang tak sepantasnya ada dalam dirimu. Bahkan hatiku sudah seringkali mengingatkan untuk aku melupakanmu, pikiranku tak lagi jernih untuk bertahan mencintaimu. Pikiranku benar-benar buntu jika harus memilih antara kata-katamu atau kata-kata mereka yang lebih tahu siapa diriku.
Apa kamu sudah lupa dengan kenangan kita? Dengan tempat ini yang selalu kau sebut dengan tempat penuh cinta? Kamu pernah bilang akan pulang saat surat terakhirmu kau kirim. Surat-suratmu sudah menumpuk, sampai berpuluh-puluh surat. Dan surat yang terakhir kau kirim, kamu menuliskan bahwa kamu akan pulang, dan kamu akan memberikanku kado terindah di tempat penuh cinta kita. Aku sangat senang membaca surat terakhirmu, dan malamnya aku langsung datang ke tempat ini. Tapi apa buktinya? aku sudah menunggu sampai bulan dan bintang habis termakan malam, sampai pagi mejemput fajar.
“Rena? Bangun sudah pagi.” Terdengar suara lembut seseorang membangunkanku, dan aku yakin itu Rendi.
“Rendi?” aku mengucek mataku yang sudah bengkak karena air mataku, mencoba memastikan apakah Rendi yang membangunkanku.
“Aku Bima ren. Ayo bangun.” Dia mengulurkan tangannya, membantuku bangkit dari tidurku.
“Siapa kamu? Kenapa kamu tahu tempat ini? Rendi mana?” aku menghujam beberapa pertanyaan tak berurutan.
Dia tak menjawab, lalu dia menggandeng tanganku mengajakku pergi dari tempat penuh cinta ini ke suatu tempat.
“Makam?” pertanyaan itu refleks terlontar dari mulutku saat tiba di tempat yang dituju pemuda yang bernama Bima itu.
Dia tak menjawab lagi, otakku penuh dengan pertanyaan yang tak ada jawaban, tapi tak pernah lelah untuk mencari jawabannya.
Dia masih tetap menggandeng tanganku. Padahal tanganku sudah ingin lepas dari genggamannya, tapi genggamannya sangat erat seperti genggaman Rendi.
Sampai akhirnya aku dibawa ke suatu makam yang masih telihat basah tanahnya. Perlahan-lahan aku melihatnya, dan berharap makam ini bukan makam orang yang aku kenal, atau bahkan orang yang aku sayang.
Tubuhku tiba-tiba lemah, pikiranku kacau, beribu pertanyaan menghujam otakku, kakiku bergetar bahkan hampir layu. Entah makhluk apa yang membuatku seperti ini, padahal aku belum menanyakan kepastiannya.
“Ini makam Rendi.” Kata pemuda tak dikenal yang membawaku sampai di tempat ini.
“Aku nggak patut percaya sama orang yang nggak aku kenal!” Jawabku menguatkan diri.
“Aku akan ceritakan semuanya.” Ucapnya singkat.
Lagi dan lagi dia menggandeng tanganku, entah kemana lagi dia akan membawaku pergi. Padahal tungkai kaki ini sudah lemas, tak kuat lagi untuk berjalan.
Ternyata aku dibawa ke suatu tempat, tempat dimana aku dan Rendi pertama kali bertemu. Ya, di bawah pohon rindang tak jauh dari lokasi makam itu. Tempat itu memang sejuk, ditambah tempat duduk yang nyaman, lebih nyaman dibanding sofa empuk di kamarku.
“Kamu boleh nangis, emosi, menjerit sekeras-kerasnya atau bahkan memukulku. Apapun yang bisa buat kamu lebih lega setelah mendengar ceritaku.” Ucapnya yang membuatku tak sabar mendengar ceritanya.
“Apaan si kamu! Cerita aja belum udah bilang gitu.”
“Rendi nitip kado ini buat kamu.” Pemuda seumuran Rendi itu memberikan kotak kecil dibalut kertas kado bergambar love. Tanganku sedikit bergetar menerima kado itu.
Aku membukanya perlahan, berharap kertas kado itu tidak sobek, dan akan kujadikan koleksi bersama surat-surat Rendi.
Aku membuka kotak pertama yang berisi lembaran fotoku bersama Rendi. Aku ingat sekali setiap moment dalam foto itu. Mataku tak kuat lagi menahan bulir-bulir air mata yang siap menetes. Satu persatu butir Kristal itu menetes di setiap lembaran foto yang kulihat.
Setelah habis koleksi foto itu kulihat, aku membuka kotak kecil berbalut kertas kado dengan gambar yang sama dengan kotak pertama yang aku buka. Kotak itu lebih kecil dari kotak sebelumnya. Aku membukanya perlahan. Entah kenapa, tanganku tiba-tiba dingin, jantungkku berdegup kencang, seperti ada sebuah cerita di balik kotak kecil itu.
“Cincin?” ucapku kaget setelah melihat isi kotak kecil itu.
“Rendi nggak pernah bohong, dia juga bukan pengecut, dia selalu nepatin janji.” Kata pemuda itu membela Rendi.
“Enggak!” Aku mulai sedikit emosi dengan pemuda itu. Dia tahu segalanya tentang Rendi.
“Aku lebih tahu semua tentang dia daripada kamu karena aku sahabat karibnya. Terserah kamu mau percaya atau nggak.”
“Aku belum percaya.”
“Kamu pasti marah kan dengan sikapku yang sok kenal, yang udah berani menggandeng tangan kamu, yang udah ikut campur dalam urusanmu. Ya kan?”
Aku hanya diam, malas banget jawab pertanyaan yang dia sendiri sudah tahu jawabannya.
“Kamu siap dengar ceritaku?” tanyanya sedikit gugup.
Aku melihat matanya dalam-dalam, rasanya aku tak patut lagi curiga dengan orang ini. Aku pikir dia tahu dimana keberadaan Rendi sekarang.
“Aku mulai cerita ya?”
“Malas banget aku jawab pertanyaan orang yang sok kenal seperti kamu!” jawabku cuek sambil memainkan jemari di tanganku.
Dia menarik nafas panjang untuk memulai ceritanya.
“Sebenarnya Rendi udah pergi, Ren. Dia nggak pernah bohong sama perkataan yang udah dia tulis di suratnya. Dia beneran pulang!” dia berhenti untuk menarik nafas lagi, lalu melanjutkannya.
“Waktu itu sebelum dia pulang, dia cerita sama aku, kalau dia mau ngajak kamu dinner di tempat spesial yang udah dia siapin sebelumnya. Di sela dinner, dia mau ngasih cincin itu buat kamu, sebagai tanda kalau dia serius sama kamu, dan sebagai ikatan cinta yang nggak akan bisa terlepas. Dia udah rencanain semuanya matang-matang, dan berharap rencana itu nggak akan gagal. Tapi sayang, rencananya gagal saat dia akan menjemput kamu di tempat yang katanya penuh cinta itu.” Dia berhenti lagi bercerita, dan menarik nafas lebih panjang, tapi kali ini terasa berat.
Pipiku yang sudah kering dari air mata, basah lagi. Kali ini air mataku sedikit deras menetes.
“Ternyata rencana Tuhan lebih matang dari perencanan Rendi. Dia kecelakaan!” kali ini dia berhenti bercerita cukup lama. Dia memandangiku, menatapku dalam-dalam. Aku hanya bisa menunduk dengan tangisan yang tak berhenti hingga membasahi kedua pipiku. Tanganku juga tak berhenti mengusapnya. Lalu dia melanjutkan ceritanya.
“Tapi, aku cukup beruntung karena Tuhan masih ngasih kesempatan buat aku ketemu Rendi. Di rumah sakit, awalnya Rendi masih sedikit kuat, dia cerita semuanya tentang kamu, dia juga yang nyuruh aku buat ketemu sama kamu untuk jelasin semuanya dan dia nitip kado yang udah dia siapin lama dan harus aku berikan ke kamu kalau waktunya udah tepat. Tapi sayang, Tuhan Cuma ngasih waktu buat aku bisa bicara sama Rendi beberapa menit saja. Tubuhnya semakin lemah, dan akhirnya dia koma, sampai Tuhan minta dia kembali ke pelukan-Nya.”
Air mataku semakin deras, aku seperti tak ada tujuan hidup, rasanya aku ingin terbang menjemput Rendi. Hatiku benar-benar sudah rapuh, lemah tak berdaya.
“Ja…di, itu makam Rendi?” tanyaku terbata-bata. Kali ini aku percaya dengan ucapannya.
Dia hanya menganggukkan kepalanya. Kulihat pipinya mulai basah karena air mata, matanya memerah. Aku tak berpikir panjang, karena jalan pikiranku sudah benar-benar buntu, tak ada sedikit celah untuk aku berpikir. Aku berlari sekencang mungkin menuju makam yang masih basah tanahnya itu, ya makam Rendi.
Tiba di depan makam Rendi, tungkai kakiku benar-benar tak kuat lagi berdiri, lemas, lemas sekali. Aku seperti melihat sosok Rendi di depanku atau mungkin ini hanya halusinasi, tapi aku sangat jelas melihat dia tersenyum manis, sangat manis. Aku menangis sejadi-jadinya di pusaran makam Rendi. Tapi aku tak sendirian, Bima yang sedari tadi ada di sampingku ikut menangis, dia mengelus lembut rambutku mencoba menguatkanku.
“Kamu boleh nangis, bahkan boleh nangis sekeras-kerasnya. Tapi tangisanmu nggak bakal bisa buat Rendi kembali, semua sudah terjadi, Rendi udah bahagia disana, Ren. Kamu harus ikhlasin dia.” Ucap Bima di sela-sela tangisanku.
Kini tangisanku semakin reda. Aku sadar, aku harus ikhlas menerima semua ini. Tuhan pasti punya rencana yang lebih indah setelah kejadian ini. Dan buat Rendi, semoga kamu tenang dan bahagia disana sayang. Tuhan sayang kamu, semoga kamu bisa melihat tempat penuh cinta yang lebih indah di Surga sana. Love you Rendi!
Malam kali ini berbeda dengan malam-malam kemarin. Aku tak lagi berada di atas gedung. Malam ini lebih indah dari malam-malam kemarin, karena aku sudah tahu dimana Rendi sekarang. Rendi sudah bahagia, melebihi kebahagiaanku.
END

Love or Friend

 

Air mataku menetes setelah mengetahui sahabatku suka dengan seseorang yang juga ku sukai. Aku ingin berteriak tapi aku tak bisa. Ingin ku menangis sejadi-jadinya tapi apa gunanya?. Aku bingung harus memilih siapa? Love Or Friend.
Namaku RenaAna Azzahra Umurku 16 tahun. Yap sebentar lagi umurku Sweet seventeen. Aku punya sahabat yang baik banget denganku dia bernama Sita Devi Oktaviyani. Dia memanggilku dengan sebutan Rena dan Aku memanggilnya dengan sebutan Sita.
KKRRIINGG (Suara Alarm)
Suara Jam Alarmku berbunyi.
“Hoaammm” Dengan kantuk ku turuni tangga menuju ke kamar mandi untuk makan… eitss untuk mandi.
Setelah mandi aku menuju ke ruang makan dan aku melihat mama yang sedang menyiapkan makanan untukku.
“Pagi ma” sapaku.
“Pagi Ren” jawab mamaku.
Aku sarapan dengan nasi goreng buatan mama yang paling enak sedunia. Setelah selesai makan aku pamit untuk berangkat ke sekolah.
“Ma aku berangkat dulu ya” Pamitku pada Mama. Aku pergi ke sekolah bersama papaku naik mobil.
“ayo pa berangkat” ajakku pada papaku.
“yok” jawab Papaku sambil mengelus kepalaku.
Setelah sampai, aku turun dari mobil dan pamit pada papa.
“Pa aku sekolah dulu ya” pamitku.
“Ya” jawab papa.
Aku pun menutup pintu mobil dan pergi ke sekolah. Sebelum sampai ke kelas aku bertemu dengan Sita.
“Hai Ren” sapa sita.
“Hai Sit” sapaku balik.
“Ke kelas yuk” ajak Sita.
“Yuk” jawabku.
Kita berdua jalan menuju ke kelas. Sampai di kelas aku menaruh tasku dan pergi ke taman bersama Sita.
“Hey Ren, katanya ada murid baru Loh” kata Sita.
“Oh” jawabku.
“Cuma Oh?” kata Sita Kesal
“Trus Gue harus koprol sambil bilang WOW gitu?” tanyaku.
Sita yang kesal langsung meninggalkanku.
“Yee gitu aja marah” ujarku.
TET TET TET
Bel masuk berbunyi aku masuk ke kelas.
Ibu Guru tampak masuk dengan seorang laki-laki di belakangnya.
“Selamat pagi murid-murid” sapa bu guru.
“Pagi bu” balas murid-murid.
“Ibu bawa teman baru untuk kalian. Silahkan perkenalkan namamu!” suruh bu guru.
“Namaku Restu Hidayat kalian bisa panggil aku Restu” kata murid baru bernama Restu itu.
“Restu kamu duduk bersama… hmmm” bu guru berpikir sejenak.
“Renaa… kamu duduk dengan Rena” suruh bu guru.
Aku yang saat itu sedang membaca Novel Refrain melongo.
Restu pun mendekati Aku.
“Hai Aku Restu. kamu siapa?” tanya Restu.
“Kan tadi udah disebutin buguru” kataku kesal.
“Kamu Rena kan?” tanya Restu lagi .
“Iyaa” jawab Rena Kesal.
Sita yang saat itu memperhatikan Restu dan Rena sangat Cemburu.
Tet Tet Tet
Bel istirahat pun berbunyi
“Sit ke Kantin yuk” Ajakku.
“Kamu aja Sendiri males” jawab Sita kesal.
“Masih kesal sama yang tadi pagi” tanyaku.
“Udah ah” jawab Sita pergi meninggalkanku.
“Hai Ren” sapa Restu.
“Hai juga” jawab Rena yang saat itu sudah ada rasa dengan Restu.
“Nanti malem Dinner yuk” ajak Restu.
“Yuk” Jawabku.

“Hai Restu” sapaku
“REN mau nggak kamu jadi pacarku?” Tanya Restu.
“mau” jawabku
Setelah beberapa bulan Sita bilang bahwa dia suka dengan Restu. JLEB seperti ada benda besar yang menusuk hatiku. Aku pun segera memutuskan Restu. Hubungan kami berdua belum sempat diketahui oleh Sita. Setelah Aku dan Restu putus Aku memutuskan untuk pergi bersama Mama dan Papaku ke Bandung.
The End

Puisi Baru

puisi baru


Puisi Baru
Puisi baru adalah karya sastra yang lahir setelah puisi lama, puisi ini lahir bersamaan dengan puisi kontemporer, tidak terikat dengan aturan-aturan dalam puisi.
Yang termasuk dalam puisi baru adalah sebagai berikut :
1.        Distikon
Distikon adalah bentuk puisi yang terdiri atas dua baris dalam tiap bait.
Contoh :           Hang Tuah
                                Bayu berpuput ayun bergulung
                                Bayu direbut buih dibubung
                                Selat Malaka ombaknya memecah
                                Pukul-memukul belah-membelah.
                                Bahtera ditepuk buritan dilanda
                                Penjajah dibentuk haluan ditunda
2.        Terzina
Terzina adalah bentuk puisi baru yang terdiri atas tiga baris dalam tiap bait.
Contoh  :                                          Kepada Angin Raja Kelana
                                        Kau Sang Bayu, Raja Kelana
                                        Yang tak tahu lelah dan tak berhenti
                                        Bersiap diri pergi mengembara,
                                        Di sunyi senyap, di waktupagi,
                                        Kau merampas hawa panas caya,
                                        Dari rina utusan mata hari.
                                        Guna melepaskan tumbuhan dan bunga,
                                        Dari kujur pelukan malam,     
                                        Bau-bauan pemberian bunga,
                                        Kau sebarkan di lembah bermakam,
                                        Seperti bunga yang menyatakan
                                        Terima kasihnya, aku dengan kalam
                                                                                        (M. Taslim Ali)
3.        Kuatren
Kuatren adalah bentuk puisi baru yang terdiri dari atas empat baris dalam tiap bait.   Contoh :      
                                      Di kakimu
                                        Aku ‘ngembara seorang diri,
                                        Badan lemah berdaya tiada.
                                        Tinggi gunung yang ku daki,
                                        Lepas mega menghadap wala.
                                                        Berapa kali aku terhenti,
                                                        Merebah diri melepas lelah.
                                                        Sekali aku meninjau ke bawah,
                                                        Takjub melihat  permai tamasya.
                                        Mana rumahku mana halaman,
                                        Mata mencari kelihatan tiada.
                                        Sekalian menyatu indah semata,             
                                        Terpaku diri memandang taman.
                                                        Tuhanku, hati hasratkan Engkau!
                                                        Pimpin umatmu naik ke puncak,
                                                        Tempat mega tiada menutup,
                                                        Dan pandangan terus menerus.
                                        Dari kakimu tinggi di sawang,
                                        Aku hendak meninjau ke bawah.
                                        Melihat bayangku hilang tenggelam,        
                                        Daif papa tengah kebesaran.
4.        Kuint
Kuint adalah bentuk puisi baru yang terdiri atas lima baris dalam tiap bait.
Contoh  :     Hanya Kepada Tuhan
                                Satu-satu perasaan
                                Yang saya rasakan
                                Hanya dapat saya katakan
                                Kepada Tuan                
                                Yang pernah merasakan
                                Satu-satu kegelisahan
                                Yang saya resahkan
                                Hanya dapat saya kisahkan
                                Kepada Tuan
                                Yang pernah diresahgelisahkan
                                                                (O, R. Mandank)
5.        Sekstet
Sekstet adalah bentuk puisi baru yang terdiri atas enam baris dalam tiap bait.
Contoh :                                           MENUJU KE LAUT
                                        Kami telah meninggalkan engkau,
                                        Tasik yang tenang tiada beriak,
                                        Diteduhi gunung yang rimbun
                                        Dari angin dan topan.
                                        Sebab sekali kami terbangun
                                        Dari mimpi yang nikmat
                                        “Ombak ria berkejar-kejaran
                                        Di gelanggang biru bertepi langit,
                                        Pasir rataberulang dikecup,
                                        Tebing curam ditantang diserang,
                                        Dalam bergurau bersama angin,
                                        Dalam berlomba bersama mega”.
                                        Sejak itu jiwa gelisah.                          
                                        Selalu berjuang, tiada reda.
                                        Ketenangan lama rasa beku,
                                        Gunung pelindung rasa pengalang.
                                        Berontak hatihendak bebas,
                                        Menyerang segala apa menadang.
                                        Gemuruh berderau kami jatuh,
                                        Terhempas berderai mutiara bercahaya.
                                        Gegap gempita suara mengerang,
                                        Dahsyat bahna suara menang.
                                        Keluh dan gelak silih berganti
                                        Pekik dan tempik sambut menyambut.
6.        Septime
Septime adalah bentuk puisi baru yang terdiri atas tujuh baris dalam tiap bait.
Contoh :                                   Langit
                                                Terang cuaca langit lazuardi
                                                Biru jernih bagai tak berisi
                                                Meninggi jauh menurun dalam
                                                Melawan melingkungi alam
                                                Meskipun tak tampak tahulah kita
                                                Langit menyimpan bintang berjuta
                                                Bergerak dinamis bergetar senantiasa.
                                                                                        (Itoyo)
7.        Stanza
Stanza adalah bentuk puisi baru yang terdiri atas delapan baris dalam tiap bait.
Contoh :                           Sumpah Sakti
                                Terdengar suara kepada kami
                                Melayang di atas gempar dunia
                                “Percaya datang zamannya nanti
                                Kaum marhaen jadi mulia.
                                Akan sama pembahagi harta,
                                Orang semua mendapat nasi,
                                Sehingga bumu jadi sentosa
                                Tidak tahu perbantahan lagi”.
                                Kami bersorak gegap gempita,
                                Merasa diri kuat kembali,
                                Mata bercaya, intan juwita,
                                Bagai memandang tanah dicari.
                                Semenjak itu kami berjuang
                                Penuh harapan, gagah berani.
                                Biar terlempar ke dalam jurang,
                                Teringat juga sumpah yang sakti.
                                                                                (Sanusi Pane)
8.        Soneta
Soneta adalah bentuk puisi baru yang terdiri atas empat belas baris dengan susunan dua kuartrain dan dua sekstet.
Contoh :                           Sawah
                                Sawah di bawah emas padu,
                                Padi melambai, melalai terkulai,
                                Naik suara salung serunai,
                                Sejuk didengar mendamaikan kalbu.
                                Sungai bersinar menyilaukan mata,
                                Menyemburkan buih warna pelangi,
                *              Anak mandi bersuka hati,       
                                Berkejar-kejaran, berseru gmpita.
                                Langit lazuardi bersih sungguh,
                                Burung elang melayang-layang,
                                Sebatang kara dalam udara.
                                Desik-berdesik daun buluh,    
                                Dibuai angin dengan sayang,
                                Ayam berkokok sayub suara.
                  (Sanusi Pane)

Selasa, 13 Januari 2015

Macam Gurindam

Gurindam I

Ini gurindam pasal yang pertama
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.

Gurindam II

Ini gurindam pasal yang kedua
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.

Gurindam III

Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.

Gurindam IV

Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.

Gurindam V

Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Gurindam VI

Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi.

Gurindam VII

Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.

Gurindam VIII

Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.

Gurindam IX

Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik,
tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.

Gurindam X

Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapak jangan durhaka
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai
supaya dapat naik ke tengah balai.
Dengan istri dan gundik janganlah alpa
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kapil.

Gurindam XI

Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hujjah.
Hendak dimalui,
jangan memalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.

Gurindam XII

Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Gurindam Dua Belas, pasal yang ke 11 dan ke 12

Raja mufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.